Chip kecerdasan buatan (AI) milik Nvidia yang sangat canggih dilaporkan telah masuk secara ilegal ke China dalam jumlah besar, meskipun pemerintah Amerika Serikat telah memberlakukan larangan ekspor. Menurut laporan dari Financial Times, nilai chip AI Nvidia senilai USD 1 miliar atau sekitar Rp 16 triliun.
Nvidia memberikan tanggapan tegas terhadap temuan tersebut. Mereka menekankan bahwa penggunaan chip ilegal tersebut merugikan dari segi teknis maupun ekonomi. Perusahaan juga menegaskan bahwa mereka tidak akan memberikan dukungan teknis atau layanan terhadap produk yang diperoleh secara tidak sah. “Membangun pusat data menggunakan chip hasil penyelundupan adalah langkah yang keliru. Kami hanya mendukung produk resmi Nvidia,” ujar juru bicara perusahaan kepada CNBC.
Penyelundupan ini terjadi setelah pemerintahan Presiden Donald Trump memperketat regulasi ekspor terhadap produk chip seperti model H20 dan B200 ke China. Walaupun dilarang, chip B200 ternyata masih sangat dicari di pasar gelap. Investigasi Financial Times menemukan bukti berupa kontrak jual beli, dokumen perusahaan, serta informasi dari narasumber internal yang menunjukkan adanya transaksi ilegal ini.
Sejak Mei 2025, para distributor di China disebut mulai menjual chip tersebut ke berbagai pemasok pusat data yang melayani perusahaan-perusahaan AI dalam negeri. China telah lama dianggap sebagai pasar yang sangat penting bagi produsen chip global. Namun, ketegangan geopolitik dan kekhawatiran soal keamanan nasional membuat Amerika Serikat membatasi penjualan prosesor-prosesor canggih ke negara tersebut.
Beberapa tahun terakhir, persaingan antara AS dan China di bidang AI semakin ketat. Chip buatan Nvidia dianggap sangat penting dalam pengembangan teknologi AI, sehingga kehadirannya di China—terutama jika lewat jalur ilegal—menjadi perhatian besar bagi pemerintah AS.
CEO Nvidia, Jensen Huang, baru-baru ini mengungkapkan niatnya untuk memasarkan kembali chip H20 ke China setelah ada kemajuan dalam pembicaraan dengan pihak regulasi. Namun, dia juga menyampaikan keinginan untuk menjual chip yang lebih kuat dari H20, walaupun kemungkinan hal itu akan kembali mendapatkan penolakan dari otoritas Amerika.
Pembatasan ekspor chip itu sebelumnya diperketat pada bulan April, ketika pemerintah AS meminta perusahaan untuk memperoleh lisensi terlebih dahulu sebelum menjual ke pasar Tiongkok. Chip seperti H20 sendiri merupakan produk yang telah dirancang khusus agar tetap bisa dijual secara terbatas, tanpa melanggar kebijakan ekspor.
Namun demikian, upaya penegakan hukum dan pengawasan dari pemerintah AS tampaknya masih belum mampu mencegah sepenuhnya kebocoran chip ke pasar gelap. Perkembangan ini menyoroti tantangan besar dalam menjaga kedaulatan teknologi dan keamanan siber di era persaingan global yang semakin kompleks. Baca berita lain di sini.
