Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menggebrak dengan penemuan mengejutkan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek jalan di Mandailing Natal, Sumatera Utara (Sumut). Saat menggeledah kediaman Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut nonaktif, Topan Ginting (TOP), tim penyidik KPK Sita Rp 2 M. Uang fantastis ini diduga kuat merupakan hasil dari proyek-proyek pembangunan jalan yang telah lama berlangsung, mengindikasikan adanya praktik korupsi sistematis yang merugikan masyarakat Sumut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya kepada wartawan pada Kamis (3/7/2025), secara gamblang menyatakan, “Diduga ada kaitannya dengan proyek-proyek yang sudah dilakukan atau proyek-proyek pembangunan jalan yang telah lampau ya.” Pernyataan ini sontak memicu sorotan tajam terhadap kualitas infrastruktur jalan di Sumut yang kerap dikeluhkan masyarakat.
“Oleh karena itu, ini menegaskan bahwa mutu infrastruktur jalan di Sumut tidak baik, karena sebagian dana yang seharusnya untuk pembangunan jalan tersebut telah disalahgunakan,” ujar Budi Prasetyo, langsung menyasar inti permasalahan jalan-jalan yang tidak layak di provinsi tersebut
Harapan Baru untuk Infrastruktur Sumut
KPK meyakini bahwa langkah tegas ini akan disambut positif oleh masyarakat Sumut, yang selama ini menjadi korban langsung dari buruknya kualitas jalan akibat praktik rasuah. Dengan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus ini, KPK berharap ada perubahan signifikan. “Sehingga harapannya proyek-proyek ke depan bisa dilakukan dengan mekanisme yang benar dan anggarannya betul-betul digunakan untuk pembangunan jalan sehingga kualitasnya menjadi bagus,” tutur Budi, menyematkan optimisme untuk perbaikan infrastruktur di masa mendatang.
Penggeledahan di rumah Topan Ginting merupakan bagian dari serangkaian tindakan KPK dalam membongkar jaringan korupsi proyek jalan ini. Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik tidak hanya menemukan tumpukan uang tunai, tetapi juga dua pucuk senjata api beserta amunisinya.
Senjata Api dan Misteri Asal Usul Dana
Budi Prasetyo merinci, senjata api yang disita terdiri dari satu pistol Baretta dengan 7 butir amunisi dan satu senapan angin dengan 2 pak amunisi air gun. Asal-usul kepemilikan senjata api ini akan dikoordinasikan lebih lanjut oleh KPK dengan pihak kepolisian. Penemuan ini menambah kompleksitas kasus, memunculkan pertanyaan tentang keterkaitan antara kepemilikan senjata api dengan praktik korupsi yang diduga terjadi.
Tumpukan uang tunai sejumlah 28 pak dengan nilai total KPK Sita Rp 2 M ditemukan di kediaman Topan Ginting. Jumlah yang sangat besar ini diduga menjadi bukti kuat keterlibatan Topan Ginting dalam pengaturan proyek-proyek pembangunan jalan.
Lima Tersangka dan Modus Operandi
Dalam situasi ini, KPK telah mengidentifikasi lima orang sebagai tersangka, termasuk Topan Ginting. Mereka adalah:
Topan Ginting (TOP), mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut
Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut
Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
M Akhirun Pilang (KIR), Direktur Utama PT DNG
M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN
Modus operandi yang diduga dilakukan Topan Ginting adalah mengatur perusahaan swasta untuk memenangkan lelang proyek jalan demi memperoleh keuntungan pribadi. KPK menduga Topan dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar dari pihak swasta yang dimenangkan dalam proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar. Selain itu, KPK juga menemukan bahwa Akhirun Pilang dan Rayhan Dulasmi Pilang telah menarik dana sebanyak Rp 2 miliar, yang diduga akan diberikan kepada pejabat yang membantu mereka dalam memperoleh proyek itu.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi para pejabat publik dan pihak swasta yang terlibat dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur. KPK menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, demi memastikan anggaran negara benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat dan pembangunan yang berkualitas. Baca berita berikutnya disini.
